Kamis, 25 Agustus 2016

sinopsis ASMARA SEPASANG PENDEKAR

Penderitaan, kepahlawanan, percintaan, dan lain sebagainya hanya bermula dari seorang guru yang mengutus kedua muridnya untuk menyelidiki seorang pendekar yang hendak mencuri kitab Maha Sakti. Kedua murid itu bernama Sasangta dan Badai, namun sebagai anak muda yang masih hijau mereka belum pernah merasakan pahit manisnya rimba persilatan. Sekali turun gunung hati mereka mudah goyah oleh kemilaunya dunia. Sasangta menjadi menantu seorang raja yang berkuasa di Kerajaan Biru, sedangkan Badai menjadi wakil ketua pemberontak yang menentang Kerajaan Biru. Sasangta dan Badai yang semula adalah saudara seperguruan menjadi musuh yang saling menyerang satu sama lain.
Tunangan Sasangta yang bernama Permani diperkosa oleh Raramta (seorang pendekar yang hendak mencuri kitab Maha Sakti). Mengetahui hal tersebut hati Sasangta hancur, maka ia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Permani, ia menikah dengan seorang gadis desa bernama Tyasti. Orang yang dilahirkan Permani dari hasil pemerkosaan inilah yang akan menjadi tokoh utama di dalam kisah ini, ia bernama Maruta. Semasa kecilnya hingga dewasa ia banyak mendapat cobaan dan penderitaan hidup. Tidak hanya dihina karena tidak diketahui siapa ayahnya, tetapi orang-orang yang ia sayangi juga dibunuh oleh seorang pendekar yang ternyata adalah ayah kandungnya sendiri. Anak yang baik hati ini pun tanpa sengaja bermusuhan dengan ayah kandungnya yang jahat, yang berambisi mengusai dunia bersama kakak seperguruannya yang berjuluk Siluman Buaya.
Berbagai masalah datang silih berganti hingga Maruta bertemu dengan seorang gadis cantik yang kelak akan menjadi pasangan hidupnya, ia adalah Sasadara (anaknya Sasangta). Pasangan ini sangat serasi dan melambangkan kesetiaan, mereka berdua belajar ilmu silat bersama-sama setelah menemukan kitab Sepasang Pendekar di sebuah gua. Mereka menggunakan ilmunya untuk membela kebenaran, mereka juga memiliki ciri khas tersendiri dalam aksinya menumpas kejahatan, mereka berdua selalu bersama dan memiliki senjata berupa tombak.
Di akhir cerita terjadi peperangan antara Kerajaan Biru dengan Kerajaan Elang Hitam. Maruta ikut serta berperang membela Kerajaan Biru, hidup ataukah mati ia terus berjuang mengusir penjajah yang hendak merebut negeri tempat kelahirannya. Lebih detail dan lebih jelasnya akan diulas di dalam novel berjudul Asmara Sepasang Pendekar ini. Dan tentunya banyak hikmah yang terkandung di dalam kisah ini.


Novel ASMARA SEPASANG PENDEKAR, Tegar Noorwira D.P.

Sudah dapat dipesan...!! :)

Judul buku: Asmara Sepasang Pendekar
Penulis/pengarang: Tegar Noorwira D.P.
Cover: doff
Isi: HVS
Total halaman: 306
Ukuran: 13x19
Penerbit: Novel Bintang Lima

Harga: Rp 70.000 disc 10% sampai 28-agustus-2016 (3 hari) menjadi Rp 63.000 (belum ongkir). Setelah itu harga kembali normal.Bonus pembatas buku.
Pemesanan: inbox di fb Egar Noorwira Dp dengan nama lengkap, alamat lengkap, dan no HP.

Dan berikut cover backnya:

Asmara Sepasang Pendekar tidak hanya menggambarkan kisah cinta seorang sepasang kekasih. Tetapi juga menggambarkan begitu pentingnya kesetiaan, kebersamaan, dan kebijaksanaan hidup. Kisah ini mengandung nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai perjuangan. Buku di tangan Anda ini bukan novel sejarah, atau cersil sejarah, melainkan drama-laga-heroik dengan inti cerita tetap pada roman, yang banyak terdapat jago-jago silat.

“Kau benar, kita harus bertanggung jawab, tapi ilmu kita masih belum seberapa. Tahukah kau arti dari mimpi kita? Sebenarnya semua ini sudah menjadi takdir kita memiliki seorang guru yang telah menuliskan ilmu dan kisahnya di dalam gua ini. Dia adalah Pandaya.”
“Maksudmu kita harus mempelajari ilmu kitab dari Pandaya?”
“Tepat sekali,” Maruta berjalan menghampiri sepasang tombak yang berkilau keemasan. Lalu mencabut kedua tombak itu. “Kita pelajari ilmu sepasang tombak milik Pandaya dan Samaratih. Setelah kita berhasil menguasainya, barulah kita menumpas kejahatan.”
Demikianlah, mereka mempelajari ilmu sepasang tombak Kyai Mbobol Ambara dan Nyai Mbobol Ambara atau bisa disebut dengan namaTombak Pemecah Cakrawala. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Tiga tahun kemudian ilmu Maruta dan Sasadara kian sempurna.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan membawa sepasang tombak Mbobol Ambara. Setiap ada kejahatan di daerah yang mereka lewati, mereka tidak tinggal diam. Hingga mereka dikenal dengan sebutan Sepasang Pendekar Rupawan. Nama ini menyebar sampai ke beberapa pelosok daerah. Pendekar golongon putih maupun golongan hitam digemparkan dengan kemunculan pendekar baru ini.

Selasa, 23 Agustus 2016

Rabu, 20 Juli 2016

Cerpen 'Foto Kusam 1956'

Cerpen : Foto Kusam 1956
Oleh : Tegar Noorwira D.P.

Tanggal 16 Mei 2016.

Waktu yang telah ditentukan tiba. Sekarang pukul sebelas malam, aku masih punya waktu satu jam lagi, sebelum melakukan apa yang harus kulakukan. Ini adalah pesan terakhir kakek yang tidak bisa kutolak; merupakan syarat yang diberikan kakek kepadaku sebagai ahli waris tunggal. Sebenarnya, aku merasa ngeri melakukannya; tapi beliau seorang kakek yang perhatian dan sayang kepada cucunya. Tidak seharusnya aku berdusta. Apa gunanya dilahirkan sebagai seorang laki-laki jika tidak memiliki keberanian! Kini, aku masih punya waktu satu jam lagi, sebelum melakukannya. Maka, lebih dulu kukenang hari-hari terakhirku bersama kakek. Di meja kecil ini, di samping tempat tidurnya, kuambil foto berbingkai kusam berukuran 10R, terukir angka tahun 1956 di atas bingkai tersebut. Di dalam bingkai, terpampang foto masa muda kakek yang sedang merangkul nenek. Foto itu memang buram, tapi wajah mereka tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Berseri-seri. Serasi dan saling mencintai sepenuh hati.

Setahun yang lalu, pukul delapan malam, aku bersama kakek menunggu KA Lodoya Malam—kelas bisnis yang akan memberangkatkan kami menuju Stasiun Bandung Besar. Satu jam kemudian, kereta datang, para penumpang memasuki gerbong masing-masing. Kami memasuki gerbong 13. Meletakkan pantat di tempat duduk bernomor 5A dan 5B. Di sepanjang perjalanan, kakek menceritakan segalanya tentang nenek. Semua yang diceritakannya membuat air mataku berlinang. Kakek dan nenek bagaikan dua jiwa dalam satu tubuh. Jika salah satunya dicabut dari tubuh itu, maka sebagian yang lainnya akan kehilangan sebagian hidupnya. Itulah yang dirasakan kakek sepeninggal nenek.

Kakek mengusap foto kusam 1956 yang ditaruhnya di atas paha. Kakek tidak mau membawa barang-barang miliknya selain foto tersebut. “Tuhan telah memanggil nenekmu di saat kami seharusnya berbahagia. Dihari itu adalah ulang tahun nenekmu yang ke-40.”

“Penyakit apa yang diderita nenek?” tanyaku kala itu.

“Virus dan komplikasi,” jawab kakek, beliau tidak menoleh sedikit pun ke arahku. Raut wajahnya yang keriput menunduk menatap foto.

Kereta berhenti di stasiun Bandung Besar sekitar pukul tujuh pagi. Setelah menaiki angkot menuju Ciurip, sampailah kami di rumah kakek, yang ternyata jauh dari kota, gelap, dan dikelilingi pepohonan tua. Bulu tengkukku merinding ketika menuntun kakek memasuki gerbang rumah tersebut. Tampak di depan kami rumah tua yang sudah berjamur. Kakek yang sudah berusia lanjut tubuhnya kurus, lemah, gemetaran, dan berjalan lambat; membuatku tidak betah melewati jalan setapak berbatu yang diapit kegelapan pepohonan rimbun.

Akhirnya kami memasuki rumah tak terawat itu. Namun, jika diperbaiki, bisa kubayangkan betapa indah dan mewah—bahkan layak untuk ditempati. Kubantu kakek berbaring di ranjang yang sebelumnya sudah kubersihkan. Ranjang itu menghadap ke arah jendela berbingkai kayu lapuk. Sinar matahari pagi menyorot hangat melewati celah-celah dedaunan yang berada di luar.

Kata Kakek, “Kamu akan menerima seluruh kekayaanku berupa rumah, uang, emas, dan barang-barang berharga milikku.”

“Lalu bagaimana dengan rumah mama yang kita tinggalkan?” tanyaku.

“Rumah itu milik kakek,” jawabnya. “Secara otomatis juga akan menjadi milikmu.”

Aku bahagia mendengarnya. Sebentar lagi aku akan menjadi orang kaya. Tapi, setelah kakek mengucapkan sesuatu kepadaku, mengajariku sebuah rahasia, perasaan bahagiaku tiba-tiba lenyap digantikan oleh perasaan ngeri. Dia memberikan dua persyaratan yang terkesan membebani. Meskipun tergolong lelaki bijaksana, kakek adalah lelaki misterius. Kata mama, kakek sering menyepi. Menyendiri. Dan suka kepada sesuatu yang berbau rahasia. Ia merupakan lelaki cerdas, jenius, serta memiliki imajinasi tinggi. Meskipun mama pernah berkata terang-terangan bahwa kakek terkadang tidak waras. Dulu saat masih muda, kakek sering ke luar negeri mempelajari macam-macam ilmu sejarah; filologi, Palaeografi, dan yang paling ia suka adalah teks-teks mesir kuno, termasuk hieroglif. Konon, kakek adalah seorang alkemis; ia mempercayai bahwa logam biasa bisa menjadi emas dengan cara pencampuran bahan kimia, bahkan menurutnya feses pun mengandung berbagai logam dan mineral, termasuk emas dan perak; lebih gilanya lagi, ia berpendapat bahwa tubuh manusia memiliki kandungan emas yang ikut mengalir bersama darah. Namun, semua itu tidak lebih menakutkan dari dua persyaratan yang harus kulakukan.

Dua hari setelah membantunya berbaring di ranjang beliau meninggal. Wajahnya tersenyum. Seolah-olah tahu kapan hari kematiannya tiba. Satu jam sebelumnya, ia mengingatkan kembali akan pesan terakhirnya; diakhiri dengan sebuah kalimat: “Aku hanya ingin menjadi orang tua sederhana yang hidup berdua bersama nenekmu.”

Di hari itu juga, persyaratan pertama sudah kuselesaikan dengan baik; mengawetkan jasad kakek di ruang bawah tanah; di dekat jasad nenek yang telah diawetkan oleh kakek—pada saat kematiannya. Kini, sudah saatnya aku melakukan persyaratan kedua, yang harus dilakukan pada tanggal 16 Mei 2016 pukul dua belas malam. Semua orang pasti merinding jika melihat apa yang akan kulakukan satu jam lagi.


*READ MORE----> hanya ada di buku kumpulan cerita pendek “Satu Malam Panjang” (pemesanan melalui inbox Egar Noorwira Dp, tersedia/limited).

Cerpen 'Gadis Dalam Ingatan'

Cerpen: Gadis Dalam Ingatan
Oleh: Tegar Noorwira D.P.

Kata mereka, kepalaku mengalami benturan keras akibat kecelakaan. Meskipun tidak fatal. Tidak menyebabkan amnesia yang parah. Ingatanku dapat kembali secara bertahap dari waktu ke waktu. Aku tidak kehilangan seluruh ingatanku. Aku masih bisa mengingat identitas diriku. Karena dukungan psikologis disertai terapi, aku bisa mengingat lingkungan sekitar; teman, dan juga saudara. Namun, satu hal yang belum bisa kuingat secara jelas; gadis yang menghiasi seisi kamarku. Mulai dari foto, nama, serta benda-benda lain yang katanya adalah kenangan manisku bersamanya.

“Ya, itu foto kenang-kenanganmu bersama Elifa,” kata adikku yang sedang melatih daya ingatku. “Kau bisa mengingatnya?”

“Belum,” jawabku. “Siapa dia?”

“Kekasihmu.”

“Di mana dia? Apakah dia tahu aku mengalami kecelakaan?”

Mendengar pertanyaan Husen, raut wajah Vanti berubah menjadi tegang. Katanya, “Aku ada janji dengan seorang teman!”

Vanti terburu-buru keluar dari kamar. Aku tahu, ada sesuatu yang disembunyikan dariku. Tapi apa? Aku duduk termangu-mangu menghadap ke jendela yang tirainya tersibak dihembus angin sore. Aku berusaha mengingat-ingat kisahku bersama Elifa. Sedikit demi sedikit, aku mulai mengingatnya. Tentang gelak tawa, berdansa, mendaki bukit, dan—apa lagi? Tiba-tiba kepalaku pusing. Begitu lemahnya kemampuanku untuk mengingat kembali kejadian yang lalu. Kurebahkan diriku di ranjang.

Sudah berapa lama aku tertidur? Kulihat jendela kamarku masih terbuka. Kini, yang terlihat adalah pemandangan malam. Bulan tidak berseri. Muram. Hawa dingin menyusup masuk. Aku bangkit dari ranjang lalu menutup jendela beserta tirainya. Terdengar suara lemah lembut memanggilku dari belakang, “Husen!” sesosok gadis masuk ke dalam kamarku, membuatku tertegun. Tidak begitu cantik namun pesonanya telah menjeratku.

“Elifa,” ujarku. “Kaukah itu?”

“Benar.”

“Apa yang telah terjadi di antara kita?”

Elifa diam. Di saat itu terdengar suara Vanti memanggil-manggil namaku. Cepat-cepat Elifa keluar bersamaan dengan masuknya Vanti.

“Tunggu, Elifa!” teriakku.

“Elifa?” Vanti bingung.

“Ya, Elifa. Kau sudah rabun?”

“Apa maksudmu?” Vanti menaikkan nada bicaranya.

“Elifa baru saja keluar saat kau masuk.”

“Aku tidak melihatnya.”

Aku terduduk lesu. Apakah aku sudah gila? Pikirku.

“Aku hanya ingin menyarankan,” Vanti menatapku iba. “Besok, pergilah berlibur untuk menyegarkan otak.”

Kuterima saran adikku. Demi memperbaiki ingatanku—aku berlibur ke tempat-tempat di mana aku pernah berdua dengan Elifa; ditemani seorang sopir pribadi yang menjadi pemandu.

“Apakah Tuan bisa mengingat sesuatu di kafe ini?” tanya sopirku. Kami duduk berdua menikmati kopi dan dihibur dengan musik romantis.

Kudengar baik-baik musik yang dilantunkan, kulihat setiap orang yang sedang berdansa, dan kuamati seluruh ruangan. Setelah itu, barulah kujawab pertanyaan sang sopir, “Di tempat ini aku pernah berdansa dengan Elifa. Dia memelukku dan mengatakan sesuatu kepadaku,” kuhentikan perkataanku, mencoba mengingat-ingatnya. “Dia mengatakan ‘aku mencintaimu, Husen, mencintaimu sepenuh hati, dan jangan pernah tinggalkan aku’ ya, dia mengatakan seperti itu kepadaku.”

Kutatap lekat-lekat wajah sopirku, “Bagaimana hubunganku dengan Elifa saat ini?”

Sang sopir gugup, “Soal itu, saya benar-benar tidak tahu.”

***

Setelah semua tempat kami kunjungi, berangsur-angsur ingatanku mulai pulih. Aku bisa mengingat hari-hari indahku bersama Elifa. Membangkitkan rasa bahagia di dadaku. Tapi ingatanku belum sepenuhnya terbuka. Kenapa aku bisa kecelakaan? Bagaimana hubunganku dengan Elifa saat ini? Aku belum bisa menjawab.

Hari-hari berikutnya Elifa selalu datang menemuiku. Tapi, setiap kali ada yang datang, ia terburu-buru pergi. Apa yang sebenarnya terjadi? Ingin sekali aku ke rumahnya, menanyakan hubungan kami. Maka, aku segera berjalan menuju kamar Vanti, menanyakan di mana Elifa tinggal. Sesampainya di ruang tengah, kuhentikan langkahku. Kulihat Vanti sedang berbicara dengan Atanto, sopir pribadiku.

“Apa saja yang kau katakan kepada kakakku?”

“Saya tidak mengatakan apa-apa.”

“Ingat, jangan katakan Elifa sudah meninggal.”

“Ya, saya mengerti,” Atanto mengangguk.

“Aku tidak mau membuatnya sedih. Aku juga tidak tega—semisal mengatakan semua ini kepadanya. Biarlah suatu saat nanti dia mengingatnya sendiri secara alami.”

Kemudian, Atanto pamit meninggalkan Vanti.

Hatiku bagaikan disambar petir mendengar apa yang mereka bicarakan. Benarkah Elifa sudah meninggal? Lalu siapa yang sering menemuiku? Tanpa berpikir panjang kutanyakan semua ini kepada Vanti. Aku harus memaksanya berkata jujur.

“Aku sudah mendengar semua pembicaraanmu,” kataku kepada Vanti. Kami duduk di sofa ruang tamu.

“Tak ada lagi yang perlu kau sembunyikan dariku,” kutatap tajam wajahnya. “Kenapa Elifa meninggal? Kenapa?”


*READ MORE----> hanya ada di buku kumpulan cerita pendek “Satu Malam Panjang” (pemesanan melalui inbox Egar Noorwira Dp, tersedia/limited).

Jumat, 24 Juni 2016

Kumpulan Cerita Pendek Satu Malam Panjang, Tegar Noorwira D.P.

OPEN PRE ORDER!!

"Tumbuh menjadi inspirasi bagi siapa saja yang bersedia membacanya."

Judul: Satu Malam Panjang (kumpulan cerita pendek)
Penulis/pengarang: Tegar Noorwira D.P.
Tebal: lV+150 halaman, 13X19cm
Cover: doff
Cetakan: 2016
Diterbitkan oleh: Penerbit Novel Bintang Lima Yogyakarta, dicetak dipercetakan berkualitas.
Harga: Rp 55.000 gratis ongkir+bonus satu novel karya penulis tahun 2011(batas waktu gratis novel sampai tanggal 29 juni 2016).

Dapat dipesan melalui inbox Egar Noorwira Dp/Novel Bintang Lima/BBM 5B736231 dengan format pemesanan Nama lengkap_alamat lengkap_No HP. Pengiriman barang akan segera diproses setelah transfer ke no rekening yang akan diberitahukan lewat inbox.

BACK COVER:
Ada kisah apa di balik kumpulan cerita pendek Satu Malam Panjang?
Pembaca akan menikmati cerita-cerita sederhana dan hangat, potongan-potongan kehidupan dalam berbagai macam tema; kumpulan cerita pendek romantis dan imajiner, tapi juga bisa membuat Anda sembunyi di balik selimut. Beberapa cerita pendek tentang ketakutan dan kejiwaan bergaya misteri cocok untuk Anda yang menggemari cerita-cerita seram. Seperti Doberman, mengisahkan seorang pria misterius yang selalu membeli anjing; Foto Kusam 1956, tentang seorang cucu yang mendapat wasiat mengerikan dari kakeknya; Kasus Aneh, mengisahkan kasus kematian yang jarang terjadi. Di samping itu, Anda juga akan menemukan beberapa kisah bergaya romansa; seperti Nada Cinta, kisah cinta sepasang manusia yang dipersatukan oleh satu sebab; Kisah Martimah, kisah cinta masa lalu seorang nenek bernama Martimah.
"Lembaran kisah ini adalah bukti kerja keras kawan saya. Lincah jemarinya membentuk roncean aksara menjadi cerita. Menghabiskan ribuan detik untuk mengetik". (Sifa Pujia, penulis)

Kumpulan Cerita Pendek Satu Malam Panjang, Tegar Noorwira D.P.

Sudah Launching!! Cek info/preview buku di halaman facebook Novel Bintang Lima.



Jumat, 17 Juni 2016

COMING SOON!

Segera launching!
Kumpulan cerita pendek berjudul "Satu Malam Panjang" oleh Tegar Noorwira Dwi Pangestu.
Semoga tumbuh menjadi inspirasi bagi siapa saja yang membacanya. Buku ini tentu akan sangat berarti bagi perpustakaan Anda, yang rajin membaca, dan itulah cara terbaik melestarikan buku.
Ada kisah apa di balik kumpulan cerita pendek Satu Malam Panjang? Ditunggu preview bukunya+cara pemesanan.
(Cek info di halaman facebook Novel Bintang Lima).
*Cetak di percetakan berkualitas. Buku ini eksklusif. Dijual online, pre order.

Minggu, 29 Mei 2016

CERPEN: Perantaraan

REYNA FAHRESHA berjalan keluar dari gedung kampusnya sambil membaca “Dewa Kesepian” salah satu dari karya novelis Inggris yang benar-benar romantis. Kali ini buku yang ia baca sama dengan keadaannya sekarang. Salah satu mahasiswi yang paling pintar di universitas favorit di daerah Yogyakarta ini seperti dewi kesepian.
Usia Reyna Sembilan belas tahun. Tubuhnya tegap, warna kulitnya langsat, dan bola matanya teduh. Semua orang menganggapnya gadis yang baik. Meskipun begitu, selama empat tahun ia masih sendiri tanpa seorang kekasih. Semua orang menyukainya sebagai teman. Reyna tinggal bersama kedua orang tuanya yang sederhana, cara apa pun dilakukan oleh bapak ibunya agar Reyna dapat meneruskan ke perguruan tinggi. Mereka sangat sayang kepada putri semata wayangnya itu.
Ketika Reyna sedang memasukkan novelnya kedalam tas, sebuah motor melesat cepat. Pengemudinya baru saja keluar dari tempat parkir. Ia seorang perempuan berambut panjang dan berwajah cantik, menyapa Reyna. Reyna membalas dengan lambain tangan. Kemudian ia baru menyadari bahwa perempuan itu adalah Nathalia Kardita; salah satu perempuan tercantik di kampus. Kakinya mungil, halus, bola matanya memancar dan kelihatan segar. Mengingat nama Nathalia, membuat hati Reyna semakin tertusuk. Nathalia banyak dikagumi. Tidak sedikit yang terang-terangnya menyatakan cinta bahkan mengajaknya kencan. Sangat mudah bagi Nathalia mendapatkan cinta daripada Reyna. Terlebih lagi Nathalia adalah teman dekat Reyna; selain Dhea Akmalia yang juga salah satu teman akrabnya.
Reyna terus berjalan dan bertemu dengan Dhea. Mereka berjalan bersama. Sebelum mereka mengambil jalan yang berbeda, mereka berhenti sebentar.
Rey, sudah tiga kali aku melihat pemuda itu duduk di sana,” kata Dhea.
Aku juga sering melihatnya. Bahkan lebih sering daripada kamu,” kata Reyna, “kami bahkan sempat saling menatap.”
Mereka berpisah di pinggir jalan. Dhea dijemput sedangkan Reyna menaiki angkutan umum. Mereka tidak menyadari betapa pentingya pemuda itu selalu datang di halaman kampus mereka. Mereka hanya bisa menebak bahwa pemuda itu besok pasti akan datang lagi. Namun terbesit pula dipikiran mereka bahwa pemuda itu aneh. Kurang waras. Atau mungkin berniat buruk. Meskipun dari jauh tampak dewasa dan terpelajar; ia duduk penuh penantian. Ya, penantian. Mungkin ia menanti seseorang.
***
Dugaan Reyna salah. Hari berikutnya pemuda itu tidak terlihat lagi didepan kampus.
Dari belakang Dhea menepuk bahu Reyna. “Rey, Jangan cepat-cepat dong jalannya.”
Oh,” Reyna menoleh ke arah Dhea. “Tumben orang itu tidak nongkrong lagi, “kata Reyna setelah Dhea berjalan didekatnya.
Mungkin karena sudah memberikan surat ini,” Dhea menjulurkan lipatan kertas kepada Reyna.
Surat?” Reyna heran. “Orang itu memberikan surat? Untuk siapa dan sejak kapan ia memberikan surat?”
Kemarin. Setelah kamu pulang aku masih menunggu jemputan. Laki-laki itu datang menghampiriku dan memberikan surat ini. Surat ini untukmu.”
Untukku?” sesaat jantung Reyna berdegup.
Ya, untukmu. Dia menyuruhku untuk memberikan surat ini.” Dhea menarik lengan Reyna kemudian meletakkan surat itu ke telapak tangannya. “Tadi malam aku ingin sekali memberitahumu lewat SMS, tapi seharian aku belum punya pulsa. Surat ini belum aku baca.”
Reyna terbengong. Ia masih tidak percaya surat itu ditujukan untuknya.
Bacalah.” Lanjut Dhea.
Perlahan-lahan Reyna membaca surat itu. Isinya singkat :




Untuk perempuan yang beberapa kali sempat menatapku,
Ada beberapa hal yang ingin aku katakan kepadamu. Meski bagimu mungkin tidak terlalu penting namun ini sangatlah berarti untukku. Tolonglah. Temui aku besok sepulang dari kuliah, aku ada di halaman fakultas kedokteran.
Dari Ardian


Bagaimana menurutmu?” tanya Reyna.
Itu terserah dari hati nuranimu,” jawab Dhea. “Dia memberikan surat itu kemarin, berarti hari inilah kamu harus menemuinya. Mungkin dia sudah menunggu.”
Setelah diam sejenak Reyna mulai memutuskan, “Tidak! Aku tidak akan menemuinya. tidak ada waktu. Masih banyak yang lebih penting.”
Aku setuju! Jangan mudah percaya kepada laki-laki yang belum kita kenal.” Kata Dhea sependapat.
Seperti biasa, sesampainya di pinggir jalan Reyna dan Dhea berpisah. Mereka pulang tanpa mempedulikan si pemuda yang masih sabar menunggu.
Sore itu, Reyna membaca buku di kamarnya. Pikirannya kacau ketika teringat surat yang diberikan Dhea kepadanya. Bukan karena tertarik dengan pemuda yang belum jelas itu. Tapi karena ia adalah seorang perempuan yang berjiwa besar dan selalu mengikuti nurani. Sebenarnya ia berdusta dengan perasaanya sendiri. Reyna mengambil surat itu, kemudian dibacanya lagi. Apakah dia benar-benar membutuhkan pertolongan? Mana mungkin pemuda itu menggagumiku? Masih banyak gadis-gadis cantik di kampusku. Pikirnya “Aku terlalu berkhayal jika orang itu ingin mengajakku berkenalan,” katanya. Tapi jika dugaannya memang benar, ia merasa bersaalah membiarkan pemuda itu menunggunya tanpa hasil. Seandainya Reyna berada di posisi orang itu, pasti sangat tersiksa. Belum lagi, jika orang itu kesepian seperti dirinya. Pikiran-pikiran seperti itu telah menghantuinya.
Reyna menyesal. Dia kecewa menolak menemui laki-laki itu. Tapi sudah terlambat, laki-laki itu tidak mungkin datang lagi. Pikirnya.
***
Siang sangat terik, Reyna menunggu datangnya angkutan umum. Dari kejauhan dilihatnya Dhea berjalan tergesa-gesa ke arahnya. Tidak biasanya Dhea terburu-buru seperti itu.
Bus yang ditunggu Reyna datang, baru saja Reyna hendak menghentikan bus, terdengar teriakan Dhea memanggilnya. Reyna menoleh. Selanjutnya bus itu pergi meninggalkannya, Reyna tidak jadi naik.
Untung kamu belum naik,” kata Dhea setelah mendekati Reyna. Nafasnya sedikit tersenggal-senggal. Keringat menetes dikedua pipinya yang bulat. Kemudian ia menyibakkan rambutnya yang ikal.
Ada apa?” tanya Reyna.
Orang itu datang. Dia menyuruhku untuk memanggilmu.”
Yang benar saja?” Reyna terkejut.
Dhea memandang Reyna penuh selidik. “Kamu kok jadi antusias gitu?”
Aku menyesal, Dhe. Dan kukira aku sudah terlambat.”
Berarti sekarang kamu mau menemuinya?”
Ya. Kecuali kalau kamu tidak mau mengantarkanku.”
Maaf Rey, aku tidak bisa menemanimu. Sebentar lagi cowokku datang menjemputku.”
Gimana dong?” Reyna bimbang.
Dia menunggumu di halaman fakultas kedokteran dan di sana masih banyak mahasiswa yang belum pulang. Dia tidak mungkin berani berbuat macam-macam.”
Tapi
Cowokku sudah datang.” Sahut Dhea. “Daa, Reyna! Aku pulang duluan” Dhea pergi meninggalkan Reyna yang masih berdiri bimbang.
Apakah aku tega membiarkan pemuda itu kembali menungguku? Tidak! aku harus menemuinya. Pikir Reyna. Tiba-tiba hatinya berdebar-debar, sudah lama ia tidak berhadapan dengan seorang laki-laki. Kali ini ia harus menemui laki-laki itu seorang diri. Dengan langkah perlahan-lahan diiringi dengan debaran jantungnya yang semakin kencang, ia berbalik menuju kampusnya. Menuju fakultas kedokteran.
Mana dia? Yang mana orangnya?” sesampainya di tempat yang dituju Reyna bingung. Di halaman kampus kedokteran terlihat beberpa laki-laki sedang duduk.
Selamat siang,” seorang pemuda menyapa Reyna dari arah samping. Ucapannya lembut, sopan, tapi kaku.
Hati Reyna semakin berdebar menatap sorotan mata pemuda itu, tajam dan dingin. Sebelumnya, Reyna tidak pernah menatapnya dalam jarak sedekat ini. Reyna terpaku. Lalu menatap orang itu mulai dari kepala sampai ke ujung kaki. Seperti ada getaran aneh yang seakan-akan membiusnya. Apakah ini cinta dalam pandangan pertama? Cepat-cepat ia buang pikiran semacam itu. . Reyna mengira pertemuan ini hanyalah mimpi. Apa tujuan laki-laki ini? Berbagai pertanyaan mulai bermunculan dibenaknya.
Kumis tipis membuat laki-laki itu tampak lebih dewasa. Senyumannya ragu-ragu dan sedikit dipadu dengan lesung pipi.
Melihat Reyna terbengong, laki-laki itu langsung memperkenalkan diri. “Namaku Ardian, terima kasih kamu datang menemui panggilanku.”
Meskipun dari luar laki-laki ini tampak baik, Reyna tidak akan mudah percaya begitu saja. Keadaan yang kaku ini membuat Ardian bingung, kata-kata apa yang harus ia ucapkan.
Mari kita duduk di sana,” ajak Ardian sambil menunjukkan telunjuk jarinya ke arah kursi panjang yang berada di bawah pohon.
Reyna hanya menggangguk kemudian ia mengikuti Ardian. Reyna tidak ingin banyak bicara, Ardianlah yang mempunyai keperluan, bukan Reyna. Reyna duduk agak jauh. Ada sedikit rasa takut. Tapi Reyna merasa nyaman dan teduh duduk di bawah pohon itu. Ia menunggu Ardian mengawali pembicaraan. Sesaat angin berhembus, seakan mengisyaratkan agar Ardian lekas mengucapkan sesuatu.
Kamu belum menyebutkan siapa namamu?” Tanya Ardian.
Tidak. Aku tidak akan menyebutkan siapa namaku. Cukup kita bertemu di sini dan lekas katakan apa maumu?”
Ok,” Ardian mengganguk.
Reyna melirikkan matanya ke arah Ardian, wajahnya seperti memancarkan sesuatu yang membuat Reyna maerasa iba kepadanya. Tak seharusnya ia berucap seperti itu kepada Ardian. Ia sungguh berdusta dengan nuraninya. Ia simpatik dengan laki-laki disebelahnya itu, tapi berdusta dengan perasaannya.
Kamu temannya Nathalia kan?” tanya Ardian. “Nathalia perempuan tercantik di fakultas ekonomi.”
Deg
Hati Reyna sesaat berdegup. Laki-laki di sampingnya menanyakan Nathalia, bukan dirinya. Sebenarnya siapa yang dicari laki-laki itu?
Ya.” Jawab Reyna dengan singkat.
Aku hanya ingin minta tolong kepadamu,” kata Ardian bernada memohon. “Aku bingung dari mana aku harus memulai bercerita, yang jelas aku sering melihat Nathalia dan aku jatuh cinta kepadanya.”
Reyna sudah menduga, mana mungkin laki-laki itu mengaguminya. Ia menyukai Nathalia, bukan dirinya. Terlintas dibenak Reyna bahwa semua laki-laki mudah terpikat melihat gadis secantik Nathalia. Namun ia salah besar mengganggap Ardian seperti itu.
Aku harus mengetahui isinya sebelum membuka, mengenali lebih jauh sebelum benar-benar mencintai,” kata Ardian, “Aku ingin mengenal Nathalia lebih dekat. Tapi Nathalia tidak pernah merespon. Menurutmu apa yang harus aku lakukan? Kita harus bertemanya, harus berteman
Ardian melanjutkan, “Aku sering mengamatimu, hanya kamulah yang sering bersama Nathalia dibandingkan dengan temanmu yang berambut ikal itu.”
Sekarang aku jarang berdua dengan Nathalia.”
Tapi hanya kamulah satu-satunya harapankuharapan agar aku bisa mengenal dan mendekati Nathalia. Ini nomorku,” Ardian memberikan kartu nama kepada Reyna.
Aku harus pulang.” kata Reyna setelah memasukkan kartu nama itu ke dalam tas.
Perlu aku antar?”
Tidak perlu.”
Kutunggu kabar darimu.”
Namun Reyna tidak menjawabnya. Ia segera berlalu meninggalkan Ardian.
Aku harap kita bisa bertemu lagi.” kata Ardian lirih.
***
Reyna Fahresha hanya dijadikan peranta cinta. Ia masih bimbang apa yang harus dilakukannya? Ia tidak pernah menghubungi Ardian, tetapi hari-harinya hanya dihabiskan untuk berpikir. Hati kecilnya beranggapan bahwa Ardian hanya memanfaatkannya, dan itu pemikiran yang jauh dari jiwa besarnya. Melihat sorotan mata Ardian, ia yakin laki-laki itu benar-benar meminta pertolongan, bukan karena ada maksud lain. Baginya, Ardian adalah salah satu ujian dan cobaan berat untuk jiwa besarnya yang selalu menjunjung tinggi kebenaran. Jika Reyna memang seorang perempuan yang baik, ia harus menolong tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Sikap itulah yang membuatnya banyak disukai teman.
Sudah lama Ardian menunggu, namun ponselnya tidak pernah berbunyi. Ia memutuskan untuk mencari Reyna. Dan akhirnya mereka berdua kembali bertemu. Begitulah awal dari persahabatan mereka. Dua kali seminggu mereka bertemu di kampus, terkadang di warung makan. Selain membahas Nathalia, mereka mulai membicarakan diri sendiri. Reyna menceritakan kehidupannya yang sederhana, kemudian Ardian juga menceritakan kisah hidupannya.
Pada mulanya Reyna mengira Ardian adalah mahasiswa fakultas kedokteran, namun ternyata ia bukan seorang mahasiswa. Ia hanya mempunyai hubungan bisnis dengan seorang dosen dari fakultas itu. Bermula Dari bisnis itulah Ardian sering melihat Nathalia dan tahu nama gadis itu. Berbagai cara ia lakukan agar bisa mendekati Nathalia, namun ia selalu gagal, hingga pada akhirnya ia menemukan cara lain, yaitu meminta pertolongan kepada Reyna.
Bisnis apa yang sedang kau jalani?” tanya Reyna. Mereka makan ronde di pinggir jalan Alun-alun Utara.
Memahat patung.”
Memahat patung?” Reyna hampir tidak percaya. Seumur-umur baru sekarang ia mempunyai teman yang berprofesi sebagai pemahat patung.
Ya, pemahat patung,” jawab Ardian. “Aku suka bekerja yang sesuai dengan kemampuanku. Aku sudah beberapa kali memahat patung dan aku sempat memamerkannya.”
Di mana kamu memamerkannya?”
Ke mana pun ada pameran, kutitipkan hasil karya patungku.” Jawab Ardian sambil meletakkan mangkuk rondenya yang sudah habis. “Aku belum mempunyai tempat sendiri untuk memamerkan hasil karyaku. Sekarang aku sedang berencana membuat ruangan sendiri untuk hasil karyaku.”
Yakinlah, kamu pasti bisa.”
Aku sudah berusaha, tapi rasanya sangat sulit. Selama ini hanya satu orang saja yang berminat dengan hasil karyaku. Dia adalah Pak Muzaky, seorang dosen fakultas kedokteran. Dia bukan sekedar berminat, tapi banyak memberikan insiprasi untuk pembuatan patung-patungku. Beliau juga seorang psikolog, karena itulah patungku dapat berkarakter dan lebih hidup. Namun sampai saat ini usahaku belum dikatakan seratus persen berhasil.”
Jika hanya membicarakan mimpi, kamu tidak akan melihat kenyataan. Tetapi jika berusaha mengejar mimpi, kamu dapat melihat masa depan.”
Kamu benar Rey, tapi aku belum bisa mendapatkan inspirasi untuk bentuk patung yang akan aku pahat. Karya itu harus benar-benar terkenal. Eengomong-ngomong setelah selesai kuliah kamu mau bekerja di mana?”
Entahlah. Yang terpenting aku harus menyelesaikan kuliahku terlebih dahulu. Aku tidak mau menyia-nyiakan perjuangan kedua orang tuaku.”
Lalu kenapa kamu tidak melakukan pekerjaan yang kamu sukai disamping kuliahmu itu?”
Karena sampai saat ini aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan. Kecuali sering membaca buku.” Jawabnya sambil tersenyum.
Tak terasa hari semakin petang, mereka pulang setelah membicarakan pribadi mereka masing-masing. Di hari lain Ardian kembali membahas masalah Nathalia, gadis cantik yang didambakannya namun sangat sulit didekati.
Kenapa Nathalia selalu menghindar ketika aku hendak mendekatinya? Pasti kamu tahu penyebabnya?” tanya Ardian.
Aku tidak tahu. Perempuan terkadang sulit ditebak,” jawab Reyna, “Namun perempuan bisa membuat laki-laki takluk dan melakukan apa saja demi perempuan itu.”
Ya, aku harus melakukan apa pun demi mendapatkan Nathalia. Tapi aku tahu, kamu tidak hanya berada dipihakku, kamu juga berada dipihak Nathalia. Apa saja yang sudah dikatakan Nathalia kepadamu?”
Pertanyaan ini membuat Reyna bingung. Nathalia memang benar-benar teman dekatnya. Banyak hal yang dikatakan Nathalia, termasuk menyuruh Reyna mendiamkan Ardian. Untuk tidak mempedulikannya. Tapi ia tidak sanggup mengatakan ini kepada Ardian. Karena ia jatuh cinta kepada Ardian. Menyukainya sejak pertama kali melihatnya berdiri dihadapannya. Tapi Reyna tidak mungkin bisa mengungkapkan perasaannya itu, bukan karena takut Ardian tidak membalas cintanya, Reyna hanya ingin Ardian bahagia bersama Nathalia, karena dialah gadis yang dicintai Ardian. Ia menuruti kehendak hati nuraninya, kesucian hatinya membuatnya rela meskipun hatinya menderita. Ia harus membuang perasaan itu jauh-jauh.
Apa pun yang dikatakan Nathalia kepadaku kamu tidak perlu tahu,” jawab Reyna. “Aku sudah berusaha keras membujuknya, tapi dia tetap tidak mau menemuimu.”
Lalu apa penyebabnya?” Ardian hampir putus asa.
Aku akan berusaha sekali lagi mempertemukanmu dengan Nathalia, kemudian tanyakan sendiri kepada Nathalia apa penyebabnya.”
Ardian tersenyum lalu mengucapkan terima kasih.
Setelah aku berhasil mempertemukanmu dengan Nathalia, jangan temui aku lagi.”
Kenapa? Kenapa begitu?” Ardian heran.
Karena aku harus berusaha, agar kamu juga berusaha. Itulah jalan terbaik agar kamu bisa memiliki Nathalia.”
Ardian tidak mengerti maksud ucapan Reyna. Kemudian Reyna kembali berkata : “Seperti yang kamu katakan tadi, kamu harus melakukan apapun demi mendapatkan Nathalia. Kamu harus bekerja keras! Aku percaya kamu mampu.” Setelah berkata demikian Reyna pergi meninggalkan Ardian.
Ardian tidak begitu mengerti, apa maksud Reyna. Ia melarang Ardian untuk menemuinya lagi. Berarti pertemanan mereka putus. Sangat disayangkan. Tapi Ardian yakin, Reyna tahu tentang Nathalia, kenapa wanita cantik itu tidak mau menemuinya. Ada sesuatu yang membuat Reyna enggan mengaku, ia tak enak hati kepada Ardian. Bukan itu saja, ia tak ingin melihat seseorang yang dicintainya kecewa, biarlah suatu saat nanti Ardian tahu sendiri tentang Nathalia.
***
Sebulan kemudian, Ardian sesekali datang ke fakultas ekonomi tempat di mana Reyna belajar. Namun Reyna benar-benar tidak dapat ditemui, bahkan seperti menghilang. Ardian tidak pernah melihat Reyna lagi. Reyna benar-benar menjauh dari Ardian. Tanpa Reyna, harapannya untuk memiliki Nathalia pun ikut musnah. Ia sedih.
Dalam keputus asaanya, Ardian duduk lesu di bawah pohon, tempat pertama kalinya ia duduk berdua dengan Reyna. Ia menundukkan kepala ke bawah, kemudian mendengar langkah kaki yang semakin mendekat. Ia tidak mempedulikan suara itu, mungkin hanya suara langkah kaki seorang mahasiswa yang tidak dikenalnya. Langkah itu berhenti lalu duduk disebelahnya. Ardian mengangkat kepala melihat orang yang duduk disebelahnya. Maka terkejutlah ia melihat orang itu yang ternyata adalah NATHALIA.
Ardian menjadi salah tingkah. Gugup. Ia benar-benar tidak percaya. Ini seperti mimpi. Gadis anggun seumuran Reyna itu seperti bintang yang bersinar terang. Berkilau seperti awan yang tertimpa cahaya matahari. Kamu cantik, pikir Ardian.
Aku datang demi Reyna.” kata Nathalia. “Aku tidak menyangka Reyna memohon dengan amat sangat kepadaku, agar aku menemuimu.” Baru pertama kali ini Ardian mendengarkan suara Nathalia yang begitu lembut.
Ardian terharu, Reyna memang benar-benar gadis berjiwa besar. “Bagaimana kabar Reyna?”
Dia melarangku mengatakan apa pun tentang dirinya, sekarang katakanlah apa perlumu?”
Akubolehkah aku mengenalmu lebih dekat. Jujur, sejak pertama kali aku melihatmu aku simpatik.”
Sebenarnya bukan karena aku tidak mau, Ayahku pasti tidak menyetujui hubungan kita. Ayahku tegas dan tidak asal memilih, ia menginginkan kebahagiaan putirnya. Ia menginginkan aku mempunyai seorang kekasih yang bertitel dan mapan.”
Kamu enggan kudekati hanya gara-gara berpikiran sejauh itu? Bukannya aku masih bisa menjadi teman atau sahabatmu, bukan kekasih?”
Tapi kamu sudah mencintaiku, apa bedanya kamu menjadi sahabatku bila rasa cinta itu masih terus ada dihatimu.”
Ardian diam. Ia tidak ingin banyak bicara lagi. Ia sudah tahu apa alasannya. Sekarang yang bisa ia lakukan hanyalah bekerja keras, seperti apa yang pernah dikatakan oleh Reyna.
***
Setahun penuh Ardian hidup sendiri tanpa seorang kekasih. Hari-harinya hanya digunakan untuk memahat patung. Ia meninggalkan keluarga dan kota kelahirannya. Kini ia hidup bersama kakeknya di Jakarta; yang adalah salah satu seniman pemahat patung.
Perjuangan Ardian yang sangat panjang di Jakarta telah membuahkan hasil. Karya-karyanya mulai banyak dikagumi. Ia semakin tenar, dan salah satu patungnya yang paling terkenal ia beri nama “Malaikat Kesepian”. Mulai dari bentuk patung, sampai nama yang diberikan untuk patung itu terinspirasi dari novel terbaru yang berjudul “Sepi Tanpa Akhir”; novel best seller yang sempat dicetak ulang beberapa kali dan ditulis oleh penulis muda yang bernama “Resha EY”. Novel ini menceritakan kisah seorang gadis yang benar-benar mengalami kesepian disepanjang hidupnya. Gadis ini pernah mencintai seorang laki-laki, tapi demi laki-laki yang dicintainya, ia rela hidup sendiri demi mempersatukan laki-laki itu dengan seorang perempuan yang dicintainya.
Patung Malaikat Kesepian karya Ardian ini dipahat dengan hati-hati, penuh semangat, dan termasuk patung terbaik tahun itu di Indonesia. Patung Malaikat Kesepian telah mengubah hidup Ardian menjadi lebih baik dan mapan. Banyak orang yang berbondong-bondong datang ke ruang pamerannya untuk melihat patung itu. Banyak yang ingin membeli patung itu, namun Ardian tidak berniat menjualnya. Patung itu menggambarkan seorang gadis cantik berambut panjang dengan pakaian berwarna putih bak bidadari. Namun dibalik kecantikannya menyimpan sebuah misteri dan kesedihan.
Hidup kaya raya membuat Ardian menjadi bosan dan semakin kesepian. Apa pun yang ia inginkan bisa terwujud, kecuali kasih sayang dari seorang kekasih. Ia rindu kepada seorang gadis yang pernah menjadi perantaraan cintanya, dia adalah Reyna. Reyna yang selalu ia ingat, bukan Nathalia. Reyna seorang gadis yang berjiwa besar, pernah menolongnya dengan ketulusan hatinya.
Untuk apa Ardian kembali menginginkan Nathalia, jika Nathalia dan ayahnya hanya mengharapkan kekayaannya yang sekarang ini? Mereka mencintai harta dan bukan mencintai Ardian. Sedangkan Reyna selalu menemaninya disaat Ardian dalam keadaan apa pun. Ia tahu betapa tiada duanya Reyna, hatinya sangat baik. Ardian benar-benar mencintai Reyna. Kini seorang laki-laki segagah Ardian menangis. Di mana sekarang Reyna berada? Ia harus kembali ke Yogyakarta demi mencari Reyna. Bahkan jika tidak bertemu, sampai ke ujung dunia sekalipun akan terus dicarinya.
***
Hari minggu yang cerah di kota Jakarta. Ardian keluar dari ruang pameran yang tidak jauh dari rumah kakeknya membawa tas besar. Sebelum masuk ke dalam mobil, seorang pembantu datang menghampirinya.
Tuan, ada seorang perempuan yang ingin melihat patung,” kata pembantu separuh baya. “Perempuan itu menunggu di luar gerbang.”
Pak Sholeh, bilang saja saat ini aku tidak bisa menerima tamu. Aku mau pulang ke Yogyakarta.”
Tapi perempuan itu memohon.”
Ardian berpikir sejenak. “Ya sudah, suruh dia masuk!” katanya geram. Baru kali ini Ardian sedikit jengkel kepada tamunya.
Ketika perempuan itu dipersilakan masuk oleh Pak Sholeh, Ardian sudah menunggu diruang pameran.
Cepat Mbak, masuk saja,” kata Pak Sholeh, “Tuan saya tidak punya banyak waktu.”
Gadis itu hanya tersenyum dan menggangguk, kemudian ia masuk melihat-lihat berbagai macam patung unik dengan pahatan rapi. Kemudian ia melihat ke arah patung yang paling ujung. Patung itu terlihat menonjol dibandingkan dengan patung-patung yang lain. Patung seorang gadis yang sedang duduk dengan posisi kedua tangan mendekap kedua kakinya. Wajah patung yang anggun namun penuh kemisteriusan ini tidak lain adalah patung Malaikat Kesepian. Gadis itu kagum melihat keindahan patung itu.
Beberapa saat kemudian, gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah Ardian yang sedang duduk dikursi menundukkan kepala.
Permisi,” suara gadis itu terdengar lembut. “Apakah benar patung terkenal ini dibuat oleh seorang laki-laki bernama Ardian?” tanya gadis itu.
Benar,” jawab Ardian sambil mengangkat kepalanya. Ia hampir saja menjerit ketika melihat wajah gadis itu.
Reyna!” Ardian bergegas memeluk gadis itu erat-erat.
Reyna menitikkan air mata sambil berucap, “Kamu tidak mungkin bisa memahat patung seindah itu kecuali kamu pernah melihat dan membaca karya novelku.”
Maksudmu novel Sepi Tanpa Akhir adalah karyamu? Tapi nama pengarang itu adalah Resha EY?”
Itu nama penaku.”
Apa kamu sengaja berjuang keras menjadi seorang penulis agar aku dapat terinspirasi dari karya novelmu?”
Ya, ingatkah kamu dengan kalimat yang pernah aku ucapkan? Karena aku harus berusaha, agar kamu juga berusaha. Itulah jalan terbaik agar kamu bisa memiliki Nathalia.’ Dan kamu pasti sudah memahami kisah didalam novelku yang menceritakan tentang diriku sendiri.” Reyna terdiam sejenak, kemudian ia melanjutkan, “Kamu sudah menjadi orang besar, temuilah Nathalia,” sambil menahan tangis Reyna pergi meninggalkan Ardian.
Ardian baru menyadari; kisah novel seorang gadis yang rela kesepian demi seorang laki-laki yang dicintainya itu ternyata adalah Reyna.
Tunggu!” Ardian menghentikan langkah Reyna, kemudian ia genggam kedua telapak tangannya. “Kamu jangan melukai dirimu sendiri, sesungguhnya aku juga mencintaimu mencintaimu, Reyna. Jangan pergi, aku tidak bisa hidup tanpamu.”
Hari-hariku kuhabiskan untuk bekerja keras,” lanjut Ardian, “Selama ini aku juga kesepian, seperti dirimu. Tahukah kamu, dua jiwa yang kesepian kini telah dipersatukan. Kamu bukan lagi perantara cintaku, kamu sudah menjadi bagian dari jiwaku. Maafkan aku, maafkan aku telah membuatmu menderita dalam kesendirian, andai saja dulu aku menyadari bahwa kamulah kekasih hatiku
Tak banyak yang dapat aku katakan,” kata Reyna, “Aku hanya dapat mengatakan, bahwa aku juga mencintaimu. Sungguh mencintaimu.” Tampak butiran-butiran bening dikedua bola mata Reyna.
Pasangan yang bahagia. Penuh kasih. Dan harmonis.

_Selesai_ (2012)

CERPEN: Jangan Bunuh Naga Itu

Sang surya menyinari rerumputan hijau di halaman rumah. Terdapat pula air mancur yang keluar dari mulut patung naga. Pohon-pohon dan bunga-bunga tumbuh begitu indah seperti negeri dongeng. Di tempat itulah dua orang anak saling bercanda tawa sambil berlari ke sana kemari.
Aduh, capek Putri!” mereka duduk di bawah pohon rindang.
Aku belum capek Kyung, ayo sekarang kita main petak umpet!” anak kecil yang dipanggil putri ini berdiri, matanya menyipit terkena sinar matahari.
Lho? Hwa kok panggil aku Kyung sih? Panggil aku pangeran dong, aku sudah panggil kau putri.”
Panggil aku Putri Naga saja.” Han Hye Hwa Tersenyum lebar.
Kenapa putri naga? Naga itu menakutkan.”
Siapa bilang naga menakutkan. Kata ayah dan ibuku, naga adalah dewa penolong. Kalau aku jadi naga, aku bisa terbang di langit dan Kyung tidak bisa mengejarku lagi. Kalau Kyung Dalam kesulitan aku juga bisa menolong.”
Tiba-tiba Han Je Kyung berdiri dan berteriak mengagetkan. Hwa Ketakutan; ia lari.
Mau kemana kau Hwa? Akan aku kejar ke mana pun kau lari!” Teriak Kyung penuh canda. “Kalau kau jadi naga, kau jangan penakut Hwa!” Kyung Tertawa mengejek.
✳ ✳ ✳


Han Je Kyung yang sudah berumur 26 tahun tersenyum mengingat masa-masa kecilnya bersama Han Hye Hwa yang sekarang menjadi istrinya. Pernikahan mereka berjalan dengan baik selama tiga tahun. Namun akhir-akhir ini Kyung merasa ada yang aneh dengan istrinya, ia tahu jika istrinya telah menyembunyikan sesuatu darinya.
Aku mencintaimu Hwa,” Kata Kyung dalam hati. Ia melihat istrinya sedang tidur pulas di ranjang. Kemudian ia membuka jendela kamarnya, bintang bertabur dengan sangat indah, istana yang disinggahi Kyung dan Hwa sangat besar, mempunyai lima lantai. Kamar mereka berada di lantai lima.
Tiba-tiba Kyung mendengar suara istrinya menguap, ia menoleh ke arahnya istrinya yang duduk di ranjang.
Kau belum tidur Kyung? Apa yang sedang kau pikirkan?”
Aku memikirkanmu Hwa.”
Memikirkanku?”
Han Je Kyung duduk di dekat istrinya, lalu menjawab, “Ya, memikirkanmu. Aku tahu kau telah menyembunyikan sesuatu dariku. Tak sepantasnya kau lakukan ini pada suamimu sendiri. Katakanlahlah Sayang.” Hwa tidak berkata satu patah kata pun. Maka Kyung melanjutkan, “Tubuhmu sekarang kurus, kau sering demam dan menggigil, pasti kau sakit parah Hwa. Tapi kau tak mau berobat kepada tabib.”
Aku tidak apa-apa Kyung, percayalah.” Hwa menggenggam erat jari-jari suaminya. “Ayo, sekarang kita tidur.” Lanjutnya.
✳ ✳ ✳
Katakan padaku Kim Soo Wook, apakah kau tahu penyakit yang diderita istriku?” tanya Kyung kepada sang penasehat tua kerajaan. Mereka duduk di balairung.
Hamba tahu jika istri Pangeran Kyung menderita penyakit, tapi hamba tidak tahu penyakit apa yang diderita istri Pangeran. Sebaiknya Pangeran memanggil seorang tabib.”
Istriku merasa kuat dengan penyakitnya, dia hanya tidak ingin aku khawatir. Tapi caranya salah, aku mencintainya dan tidak ingin dia sakit. Tolong suruh pengawal untuk memanggilkan tabib, Soo Wook.”
Baiklah Pangeran.”
Tabib yang telah diundang diantarkan Kim Soo Wook masuk ke dalam kamar Han Hye Hwa yang sedang terbaring lemah di ranjang. Setelah memeriksa kondisi Hwa, sang tabib melaporkan kepada Kyung yang sedari tadi menunggu di luar kamar.
Penyakit istri Pangeran Kyung sangat parah.” Kata tabib.
Kau jangan bicara sembarangan!” hardik Kyung yang sedikit tertahan, karena ia takut istrinya mendengar. “Apa penyakit yang diderita istriku?”
Penyakit itu disebabkan oleh bakteri yang dibawa oleh tikus dan kucing. Bakteri ini sangat mematikan ketika menular kepada sesama manusia. Gejalanya berupa demam, menggigil, lemah, dan pembengkakan kelenjar getah bening yang amat menyakitkan.”
Oh, tidak” Kyung sedih mendengar penjelasan dari sang tabib.
Apakah istri Pangeran memelihara kucing?” tanya tabib.
Dia tidak hanya memelihara kucing, tetapi kucing adalah hewan kesayangannya.”
Lebih baik jangan biarkan istri Pangeran menyentuh kucing lagi.”
Lalu apakah istriku bisa sembuh?”
Aku tidak bisa menjawab, kerena penyakit itu telah lama dideritanya. Sepertinya Pangeran terlambat untuk memanggil tabib seperti saya ini. Jika penderita mendapat perawatan sejak dulu mungkin tak akan seperti ini.”
Semenjak tabib itu pergi dari istana, Kyung tidak bisa tenang. Ia berjalan mondar-mandir di balairung. “Maafkan aku Hwa, aku terlalu sibuk dengan urusan pemerintahan, hingga tak memperhatikanmu. Aku mencintaimu, tapi aku sekarang merasa berdosa.” Tiba-tiba dipikirannya timbul sepercik ide. Dan ide itu akan dijalankanya pada waktu malam.
✳ ✳ ✳
Malam telah tiba, Han Hye Hwa terbangun dari tidur, ia teringat tiga kucing lucunya yang lupa ia beri makan.
Mana suamiku?” Hwa tak melihat Kyung di kamarnya. Ia keluar kamar untuk mencari kucing dan suaminya. Kemudian Hwa menghentikan langkah ketika melihat suaminya berlatih pedang di luar istana.
Suamiku!” teriak Hwa.
Oh, kenapa kau bangun malam-malam?” Kyung menghentikan latihannya.
Aku mencari kucing-kucingku. Apakah kau tahu di mana mereka?”
Aku tidak tahu, dari tadi aku tidak melihatnya. Mungkin sedang mencari tikus, karena kau lupa memberi makan untuknya.”
Raut wajah Hwa berubah ketika melihat pedang yang dibawa suaminya. “Apakah kau tadi habis berkelahi?”
Tidak, memangnya kenapa? Kau lihat sendiri aku sedang berlatih pedang.”
Lihatlah pedangmu, kenapa ada bercak darah?”
Sebelum menjawab, Kyung terlihat gugup. “Inibekas darah rusa Sayang. Tadi pagi aku berburu bersama para pengawal.”
Setelah mendengar penjelasan Kyung, Hwa mencari kucingnya di area taman. Tapi tak pernah menemukan kucing-kucing itu. Ia menangisi kucingnya yang telah hilang.
Di sisi lain, Han Je Kyung sangat tersiksa batinnya, melihat kesedihan dan tangisan istrinya. Sebenarnya Kyunglah yang telah membunuh ketiga kucing milik Hwa, karena ia tidak ingin melihat istrinya bersahabat dengan binatang yang telah membuat istrinya menderita penyakit.
Namun usaha yang dilakukan Kyung sia-sia. Beberapa minggu setelah itu ia hanya bisa menangisi kepergian istrinya. Han Hye Hwa telah meninggal.
✳ ✳ ✳
Han Je Kyung pernah berjanji kepada Han Hye Hwa akan selalu setia walaupun maut memisahkan mereka. Oleh karena itu, Kyung yang kini sudah berumur 40 tahun masih sendiri tanpa mencari istri pengganti. Ia menjadi raja dan berkuasa sepenuhnya setelah menggantikan ayahnya yang sudah meninggal.
Negeri yang dipimpin Kyung sedang mengalami kekacauan hebat. Makhluk misterius telah membuat takut dikalangan rakyat maupun kerajaan. Makhluk itu adalah seeokor naga bersayap yang bisa menyemburkan api dari mulutnya. Rakyat dan para penghuni kerajaan mendesak Kyung untuk menangkap naga yang dianggap berbahaya itu.. Mereka mengusulkan naga mengerikan itu harus di bunuh.
Paduka Raja, kami semua sepakat untuk menaklukkan monster itu.” Kata Kim Hoon, panglima perang kerajaan. “Jika tidak segera dilakukan, maka rakyat akan memberontak pada kekuasaanmu yang dianggap lemah karena tidak mampu menangkap seekor naga.”
Baiklah, siapkan pasukan perang dan kita kepung tempat persembunyiannya.” Kata Kyung.
Kyung bersama Kim Hoon dan pasukannya segera berangkat menuju bukit yang diduga sebagai tempat persembunyian seekor naga. Katanya, seseorang pernah melihat naga itu bersembunyi di gua yang berada disekitar bukit.
Kim Hoon menyuruh tiga puluh pengawal untuk memanjat bukit, diantaranya menunggu di bawah. Ada pula yang membuat tenda-tenda di hutan.
Siapkan busur dan anak panah kalian.” Kata Kyung. “Ketika naga itu keluar dari gua seranglah dengan panah api.”
Tiba-tiba pasukan yang memanjat bukit berteriak lantang ketika melihat seekor naga keluar dari gua. Sebagian pengawal jatuh dari atas bukit terkena sambaran seekor naga. Naga mendengus sambil terbang ke atas, kemudian turun di puncak bukit. Para pasukan yang berada di bawah segera meluncurkan panah. Sang Naga hanya diam dan mengerang tak berdaya.
Han Je Kyung yang melihat naga itu tiba-tiba merasa iba. Dari mata naga yang menyala merah menitikkan air mata.
Hentikan! Jangan serang naga itu!” Kyung berteriak lantang, akan tetapi suaranya hanya seperti rintih hujan yang disambar kerasnya suara guntur. Keributan yang ada di situ membuat para pengawal tidak mendengar teriakannya. Lagi pula mereka telah dikuasi nafsu membunuh. Tanpa henti mereka menyerang dengan cara apa pun.
Kemudian Kyung teringat masa-masa kecilnya bersama Hwa. Ia mengingat sebuah kalimat yang pernah diucapkan istrinya itu : “Siapa bilang naga menakutkan. Kata ayah dan ibuku, naga adalah dewa penolong. Kalau aku jadi naga, aku bisa terbang di langit dan Kyung tidak bisa mengejarku lagi. Kalau Kyung Dalam kesulitan aku juga bisa menolong.”
Mengingat kalimat itu, Kyung menitikkan air mata. Kemudian ia mengenang kata-katanya sendiri yang pernah diucapkannya kepada Hwa: “Kalau kau jadi naga, kau jangan penakut Hwa!”
Tidak! Tidak akan kubiarkan mereka membunuh naga itu!” Kemudian Kyung berteriak lebih keras dari sebelumnya, “Jangan bunuh naga itu! Jangan!”
Kali ini para pengawal mendengar teriakan Kyung. Mereka menghentikan serangannya.
Kenapa Raja? Kita harus membunuh naga itu.” Desak Kim Hoon.
Benar! Kita harus membunuh naga itu!” para pengawal dan rakyat bersorak-sorai mendukung perkataan panglima besar itu. Maka mereka melanjutkan serangannya.
Kyung geram, merasa tidak dianggap sebagai raja. Dengan amarah yang meluap Kyung berteriak kepada sang naga. “Kalau kau jadi naga, kau jangan penakut Han Hye Hwa!”
Mendengar teriakan Han Je Kyung, naga itu tiba-tiba mengamuk. Menyerang siapa saja yang mengganggunya. Akibatnya, banyak pengawal yang tewas. Naga itu mengelurakan semburan api yang sangat mengerikan, banyak yang lari karena ketakutan; tapi tidak berhasil menyelamatkan diri.
Namun pasukan yang digerakkan oleh Kim Hoon begitu gigih. Meskipun naga itu perkasa, luka ditubuhnya semakin membuatnya lemah. Terbangnya semakin melambat.
Kim Hoon yang sudah brutal, menyuruh pasukan menyerang dibagian sayapnya, agar naga itu tergoyah keseimbangannya. Sayap sang naga akhirnya terluka parah. Setelah mengerang kesakitan, tubuhnya jatuh di hutan dan menimpa Kim Hoon bersama pasukan-pasukannya. Sungguh malang, mereka tewas bagaikan keruntuhan batu gunung.
Kyung berlari mendekat. Ia dapat merasakan betapa sakitnya binatang itu. Dilihatnya kulitnya tercabik-cabik. Kyung mengusap air mata yang menetes dari pipi sang naga.
Maafkan akuaku tidak bisa melindungi dan menjagamu, sebagai mana aku tidak bisa menjaga Han Hye Hwa hingga ia pergi meninggalkanku.” Kata Kyung sedih. “Kau makhluk Tuhan seperti kami para manusia, kau juga merasakan sakit lalu mengalami kematian. Han Hye Hwa, kau sudah tiada, tapi kau masih hidup dikedalaman hatiku ini. Aku mencintaimu” Ucapan Kyung diakhiri oleh hembuskan nafas sang naga yang berat dan hangat. Itu adalah nafas terakhirnya untuk hidup di dunia. Matanya terpejam untuk selama-lamanya.
Daun-daun kering di hutan berguguran, angin berhembus menerpa Han Je Kyung yang berdiri dengan kokoh di samping naga itu. Ia kembali mengingat kebersamaannya dengan Han Hye Hwa dari awal yang bahagia lalu diakhiri dengan kesedihan karena kematian. Ia berpikir, apakah ia bisa kembali mengulang masa-masa kecilnya bersama Han Hye Hwa? Dan terus bersamanya hingga kematian tak terlalu cepat merenggut kekasihnya


_Selesai_ (2011)