Penderitaan,
kepahlawanan, percintaan, dan lain sebagainya hanya bermula dari
seorang guru yang mengutus kedua muridnya untuk menyelidiki seorang
pendekar yang hendak mencuri kitab Maha Sakti. Kedua murid itu bernama
Sasangta dan Badai, namun sebagai anak
muda yang masih hijau mereka belum pernah merasakan pahit manisnya rimba
persilatan. Sekali turun gunung hati mereka mudah goyah oleh kemilaunya
dunia. Sasangta menjadi menantu seorang raja yang berkuasa di Kerajaan
Biru, sedangkan Badai menjadi wakil ketua pemberontak yang menentang
Kerajaan Biru. Sasangta dan Badai yang semula adalah saudara seperguruan
menjadi musuh yang saling menyerang satu sama lain.
Tunangan
Sasangta yang bernama Permani diperkosa oleh Raramta (seorang pendekar
yang hendak mencuri kitab Maha Sakti). Mengetahui hal tersebut hati
Sasangta hancur, maka ia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan
Permani, ia menikah dengan seorang gadis desa bernama Tyasti. Orang yang
dilahirkan Permani dari hasil pemerkosaan inilah yang akan menjadi
tokoh utama di dalam kisah ini, ia bernama Maruta. Semasa kecilnya
hingga dewasa ia banyak mendapat cobaan dan penderitaan hidup. Tidak
hanya dihina karena tidak diketahui siapa ayahnya, tetapi orang-orang
yang ia sayangi juga dibunuh oleh seorang pendekar yang ternyata adalah
ayah kandungnya sendiri. Anak yang baik hati ini pun tanpa sengaja
bermusuhan dengan ayah kandungnya yang jahat, yang berambisi mengusai
dunia bersama kakak seperguruannya yang berjuluk Siluman Buaya.
Berbagai
masalah datang silih berganti hingga Maruta bertemu dengan seorang
gadis cantik yang kelak akan menjadi pasangan hidupnya, ia adalah
Sasadara (anaknya Sasangta). Pasangan ini sangat serasi dan melambangkan
kesetiaan, mereka berdua belajar ilmu silat bersama-sama setelah
menemukan kitab Sepasang Pendekar di sebuah gua. Mereka menggunakan
ilmunya untuk membela kebenaran, mereka juga memiliki ciri khas
tersendiri dalam aksinya menumpas kejahatan, mereka berdua selalu
bersama dan memiliki senjata berupa tombak.
Di akhir
cerita terjadi peperangan antara Kerajaan Biru dengan Kerajaan Elang
Hitam. Maruta ikut serta berperang membela Kerajaan Biru, hidup ataukah
mati ia terus berjuang mengusir penjajah yang hendak merebut negeri
tempat kelahirannya. Lebih detail dan lebih jelasnya akan diulas di
dalam novel berjudul Asmara Sepasang Pendekar ini. Dan tentunya banyak
hikmah yang terkandung di dalam kisah ini.
Kamis, 25 Agustus 2016
Novel ASMARA SEPASANG PENDEKAR, Tegar Noorwira D.P.
Sudah dapat dipesan...!! :)
Judul buku: Asmara Sepasang Pendekar
Penulis/pengarang: Tegar Noorwira D.P.
Cover: doff
Isi: HVS
Total halaman: 306
Ukuran: 13x19
Penerbit: Novel Bintang Lima
Judul buku: Asmara Sepasang Pendekar
Penulis/pengarang: Tegar Noorwira D.P.
Cover: doff
Isi: HVS
Total halaman: 306
Ukuran: 13x19
Penerbit: Novel Bintang Lima
Harga: Rp 70.000 disc 10% sampai 28-agustus-2016 (3 hari) menjadi Rp
63.000 (belum ongkir). Setelah itu harga kembali normal.Bonus pembatas
buku.
Pemesanan: inbox di fb Egar Noorwira Dp dengan nama lengkap, alamat lengkap, dan no HP.
Dan berikut cover backnya:
Asmara Sepasang Pendekar tidak hanya menggambarkan kisah cinta seorang sepasang kekasih. Tetapi juga menggambarkan begitu pentingnya kesetiaan, kebersamaan, dan kebijaksanaan hidup. Kisah ini mengandung nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai perjuangan. Buku di tangan Anda ini bukan novel sejarah, atau cersil sejarah, melainkan drama-laga-heroik dengan inti cerita tetap pada roman, yang banyak terdapat jago-jago silat.
“Kau benar, kita harus bertanggung jawab, tapi ilmu kita masih belum seberapa. Tahukah kau arti dari mimpi kita? Sebenarnya semua ini sudah menjadi takdir kita memiliki seorang guru yang telah menuliskan ilmu dan kisahnya di dalam gua ini. Dia adalah Pandaya.”
“Maksudmu kita harus mempelajari ilmu kitab dari Pandaya?”
“Tepat sekali,” Maruta berjalan menghampiri sepasang tombak yang berkilau keemasan. Lalu mencabut kedua tombak itu. “Kita pelajari ilmu sepasang tombak milik Pandaya dan Samaratih. Setelah kita berhasil menguasainya, barulah kita menumpas kejahatan.”
Demikianlah, mereka mempelajari ilmu sepasang tombak Kyai Mbobol Ambara dan Nyai Mbobol Ambara atau bisa disebut dengan namaTombak Pemecah Cakrawala. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Tiga tahun kemudian ilmu Maruta dan Sasadara kian sempurna.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan membawa sepasang tombak Mbobol Ambara. Setiap ada kejahatan di daerah yang mereka lewati, mereka tidak tinggal diam. Hingga mereka dikenal dengan sebutan Sepasang Pendekar Rupawan. Nama ini menyebar sampai ke beberapa pelosok daerah. Pendekar golongon putih maupun golongan hitam digemparkan dengan kemunculan pendekar baru ini.
Pemesanan: inbox di fb Egar Noorwira Dp dengan nama lengkap, alamat lengkap, dan no HP.
Dan berikut cover backnya:
Asmara Sepasang Pendekar tidak hanya menggambarkan kisah cinta seorang sepasang kekasih. Tetapi juga menggambarkan begitu pentingnya kesetiaan, kebersamaan, dan kebijaksanaan hidup. Kisah ini mengandung nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai perjuangan. Buku di tangan Anda ini bukan novel sejarah, atau cersil sejarah, melainkan drama-laga-heroik dengan inti cerita tetap pada roman, yang banyak terdapat jago-jago silat.
“Kau benar, kita harus bertanggung jawab, tapi ilmu kita masih belum seberapa. Tahukah kau arti dari mimpi kita? Sebenarnya semua ini sudah menjadi takdir kita memiliki seorang guru yang telah menuliskan ilmu dan kisahnya di dalam gua ini. Dia adalah Pandaya.”
“Maksudmu kita harus mempelajari ilmu kitab dari Pandaya?”
“Tepat sekali,” Maruta berjalan menghampiri sepasang tombak yang berkilau keemasan. Lalu mencabut kedua tombak itu. “Kita pelajari ilmu sepasang tombak milik Pandaya dan Samaratih. Setelah kita berhasil menguasainya, barulah kita menumpas kejahatan.”
Demikianlah, mereka mempelajari ilmu sepasang tombak Kyai Mbobol Ambara dan Nyai Mbobol Ambara atau bisa disebut dengan namaTombak Pemecah Cakrawala. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Tiga tahun kemudian ilmu Maruta dan Sasadara kian sempurna.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan membawa sepasang tombak Mbobol Ambara. Setiap ada kejahatan di daerah yang mereka lewati, mereka tidak tinggal diam. Hingga mereka dikenal dengan sebutan Sepasang Pendekar Rupawan. Nama ini menyebar sampai ke beberapa pelosok daerah. Pendekar golongon putih maupun golongan hitam digemparkan dengan kemunculan pendekar baru ini.
Selasa, 23 Agustus 2016
Langganan:
Postingan (Atom)