Sang surya menyinari
rerumputan hijau di halaman rumah. Terdapat pula air mancur yang
keluar dari mulut patung naga. Pohon-pohon dan bunga-bunga tumbuh
begitu indah seperti negeri dongeng. Di tempat itulah dua orang anak
saling bercanda tawa sambil berlari ke sana kemari.
“Aduh, capek
Putri!” mereka duduk di bawah pohon rindang.
“Aku belum capek
Kyung, ayo sekarang kita main petak umpet!” anak kecil yang
dipanggil putri ini berdiri, matanya menyipit terkena sinar matahari.
“Lho? Hwa kok
panggil aku Kyung sih? Panggil aku pangeran dong, aku sudah panggil
kau putri.”
“Panggil aku Putri
Naga saja.” Han Hye Hwa Tersenyum lebar.
“Kenapa putri
naga? Naga itu menakutkan.”
“Siapa bilang naga
menakutkan. Kata ayah dan ibuku, naga adalah dewa penolong. Kalau aku
jadi naga, aku bisa terbang di langit dan Kyung tidak bisa mengejarku
lagi. Kalau Kyung Dalam kesulitan aku juga bisa menolong.”
Tiba-tiba Han Je
Kyung berdiri dan berteriak mengagetkan. Hwa Ketakutan; ia lari.
“Mau kemana kau
Hwa? Akan aku kejar ke mana pun kau lari!” Teriak Kyung penuh
canda. “Kalau kau jadi naga, kau jangan penakut Hwa!” Kyung
Tertawa mengejek.
✳ ✳ ✳
Han Je Kyung yang
sudah berumur 26 tahun tersenyum mengingat masa-masa kecilnya bersama
Han Hye Hwa yang sekarang menjadi istrinya. Pernikahan mereka
berjalan dengan baik selama tiga tahun. Namun akhir-akhir ini Kyung
merasa ada yang aneh dengan istrinya, ia tahu jika istrinya telah
menyembunyikan sesuatu darinya.
“Aku mencintaimu
Hwa,” Kata Kyung dalam hati. Ia melihat istrinya sedang tidur pulas
di ranjang. Kemudian ia membuka jendela kamarnya, bintang bertabur
dengan sangat indah, istana yang disinggahi Kyung dan Hwa sangat
besar, mempunyai lima lantai. Kamar mereka berada di lantai lima.
Tiba-tiba Kyung
mendengar suara istrinya menguap, ia menoleh ke arahnya istrinya yang
duduk di ranjang.
“Kau belum tidur
Kyung? Apa yang sedang kau pikirkan?”
“Aku memikirkanmu
Hwa.”
“Memikirkanku?”
Han Je Kyung duduk
di dekat istrinya, lalu menjawab, “Ya, memikirkanmu. Aku tahu kau
telah menyembunyikan sesuatu dariku. Tak sepantasnya kau lakukan ini
pada suamimu sendiri. Katakanlahlah Sayang.” Hwa tidak berkata satu
patah kata pun. Maka Kyung melanjutkan, “Tubuhmu sekarang kurus,
kau sering demam dan menggigil, pasti kau sakit parah Hwa. Tapi kau
tak mau berobat kepada tabib.”
“Aku tidak apa-apa
Kyung, percayalah.” Hwa menggenggam erat jari-jari suaminya. “Ayo,
sekarang kita tidur.” Lanjutnya.
✳ ✳ ✳
“Katakan padaku
Kim Soo Wook, apakah kau tahu penyakit yang diderita istriku?”
tanya Kyung kepada sang penasehat tua kerajaan. Mereka duduk di
balairung.
“Hamba tahu jika
istri Pangeran Kyung menderita penyakit, tapi hamba tidak tahu
penyakit apa yang diderita istri Pangeran. Sebaiknya Pangeran
memanggil seorang tabib.”
“Istriku merasa
kuat dengan penyakitnya, dia hanya tidak ingin aku khawatir. Tapi
caranya salah, aku mencintainya dan tidak ingin dia sakit. Tolong
suruh pengawal untuk memanggilkan tabib, Soo Wook.”
“Baiklah
Pangeran.”
Tabib yang telah
diundang diantarkan Kim Soo Wook masuk ke dalam kamar Han Hye Hwa
yang sedang terbaring lemah di ranjang. Setelah memeriksa kondisi
Hwa, sang tabib melaporkan kepada Kyung yang sedari tadi menunggu di
luar kamar.
“Penyakit istri
Pangeran Kyung sangat parah.” Kata tabib.
“Kau jangan bicara
sembarangan!” hardik Kyung yang sedikit tertahan, karena ia takut
istrinya mendengar. “Apa penyakit yang diderita istriku?”
“Penyakit itu
disebabkan oleh bakteri yang dibawa oleh tikus dan kucing. Bakteri
ini sangat mematikan ketika menular kepada sesama manusia. Gejalanya
berupa demam, menggigil, lemah, dan pembengkakan kelenjar getah
bening yang amat menyakitkan.”
“Oh, tidak—”
Kyung sedih mendengar penjelasan dari sang tabib.
“Apakah istri
Pangeran memelihara kucing?” tanya tabib.
“Dia tidak hanya
memelihara kucing, tetapi kucing adalah hewan kesayangannya.”
“Lebih baik jangan
biarkan istri Pangeran menyentuh kucing lagi.”
“Lalu apakah
istriku bisa sembuh?”
“Aku tidak bisa
menjawab, kerena penyakit itu telah lama dideritanya. Sepertinya
Pangeran terlambat untuk memanggil tabib seperti saya ini. Jika
penderita mendapat perawatan sejak dulu mungkin tak akan seperti
ini.”
Semenjak tabib itu
pergi dari istana, Kyung tidak bisa tenang. Ia berjalan mondar-mandir
di balairung. “Maafkan aku Hwa, aku terlalu sibuk dengan urusan
pemerintahan, hingga tak memperhatikanmu. Aku mencintaimu, tapi aku
sekarang merasa berdosa.” Tiba-tiba dipikirannya timbul sepercik
ide. Dan ide itu akan dijalankanya pada waktu malam.
✳ ✳ ✳
Malam telah tiba,
Han Hye Hwa terbangun dari tidur, ia teringat tiga kucing lucunya
yang lupa ia beri makan.
“Mana suamiku?”
Hwa tak melihat Kyung di kamarnya. Ia keluar kamar untuk mencari
kucing dan suaminya. Kemudian Hwa menghentikan langkah ketika melihat
suaminya berlatih pedang di luar istana.
“Suamiku!”
teriak Hwa.
“Oh, kenapa kau
bangun malam-malam?” Kyung menghentikan latihannya.
“Aku mencari
kucing-kucingku. Apakah kau tahu di mana mereka?”
“Aku tidak tahu,
dari tadi aku tidak melihatnya. Mungkin sedang mencari tikus, karena
kau lupa memberi makan untuknya.”
Raut wajah Hwa
berubah ketika melihat pedang yang dibawa suaminya. “Apakah kau
tadi habis berkelahi?”
“Tidak, memangnya
kenapa? Kau lihat sendiri aku sedang berlatih pedang.”
“Lihatlah
pedangmu, kenapa ada bercak darah?”
Sebelum menjawab,
Kyung terlihat gugup. “Ini—bekas
darah rusa Sayang. Tadi pagi aku berburu bersama para pengawal.”
Setelah mendengar
penjelasan Kyung, Hwa mencari kucingnya di area taman. Tapi tak
pernah menemukan kucing-kucing itu. Ia menangisi kucingnya yang telah
hilang.
Di sisi lain, Han Je
Kyung sangat tersiksa batinnya, melihat kesedihan dan tangisan
istrinya. Sebenarnya Kyunglah yang telah membunuh ketiga kucing milik
Hwa, karena ia tidak ingin melihat istrinya bersahabat dengan
binatang yang telah membuat istrinya menderita penyakit.
Namun usaha yang
dilakukan Kyung sia-sia. Beberapa minggu setelah itu ia hanya bisa
menangisi kepergian istrinya. Han Hye Hwa telah meninggal.
✳ ✳ ✳
Han Je Kyung pernah
berjanji kepada Han Hye Hwa akan selalu setia walaupun maut
memisahkan mereka. Oleh karena itu, Kyung yang kini sudah berumur 40
tahun masih sendiri tanpa mencari istri pengganti. Ia menjadi raja
dan berkuasa sepenuhnya setelah menggantikan ayahnya yang sudah
meninggal.
Negeri yang dipimpin
Kyung sedang mengalami kekacauan hebat. Makhluk misterius telah
membuat takut dikalangan rakyat maupun kerajaan. Makhluk itu adalah
seeokor naga bersayap yang bisa menyemburkan api dari mulutnya.
Rakyat dan para penghuni kerajaan mendesak Kyung untuk menangkap naga
yang dianggap berbahaya itu.. Mereka mengusulkan naga mengerikan itu
harus di bunuh.
“Paduka Raja, kami
semua sepakat untuk menaklukkan monster itu.” Kata Kim Hoon,
panglima perang kerajaan. “Jika tidak segera dilakukan, maka rakyat
akan memberontak pada kekuasaanmu yang dianggap lemah karena tidak
mampu menangkap seekor naga.”
“Baiklah, siapkan
pasukan perang dan kita kepung tempat persembunyiannya.” Kata
Kyung.
Kyung bersama Kim
Hoon dan pasukannya segera berangkat menuju bukit yang diduga sebagai
tempat persembunyian seekor naga. Katanya, seseorang pernah melihat
naga itu bersembunyi di gua yang berada disekitar bukit.
Kim Hoon menyuruh
tiga puluh pengawal untuk memanjat bukit, diantaranya menunggu di
bawah. Ada pula yang membuat tenda-tenda di hutan.
“Siapkan busur dan
anak panah kalian.” Kata Kyung. “Ketika naga itu keluar dari gua
seranglah dengan panah api.”
Tiba-tiba pasukan
yang memanjat bukit berteriak lantang ketika melihat seekor naga
keluar dari gua. Sebagian pengawal jatuh dari atas bukit terkena
sambaran seekor naga. Naga mendengus sambil terbang ke atas, kemudian
turun di puncak bukit. Para pasukan yang berada di bawah segera
meluncurkan panah. Sang Naga hanya diam dan mengerang tak berdaya.
Han Je Kyung yang
melihat naga itu tiba-tiba merasa iba. Dari mata naga yang menyala
merah menitikkan air mata.
“Hentikan! Jangan
serang naga itu!” Kyung berteriak lantang, akan tetapi suaranya
hanya seperti rintih hujan yang disambar kerasnya suara guntur.
Keributan yang ada di situ membuat para pengawal tidak mendengar
teriakannya. Lagi pula mereka telah dikuasi nafsu membunuh. Tanpa
henti mereka menyerang dengan cara apa pun.
Kemudian Kyung
teringat masa-masa kecilnya bersama Hwa. Ia mengingat sebuah kalimat
yang pernah diucapkan istrinya itu : “Siapa
bilang naga menakutkan. Kata ayah dan ibuku, naga adalah dewa
penolong. Kalau aku jadi naga, aku bisa terbang di langit dan Kyung
tidak bisa mengejarku lagi. Kalau Kyung Dalam kesulitan aku juga bisa
menolong.”
Mengingat kalimat
itu, Kyung menitikkan air mata. Kemudian ia mengenang kata-katanya
sendiri yang pernah diucapkannya kepada Hwa: “Kalau
kau jadi naga, kau jangan penakut Hwa!”
“Tidak! Tidak akan
kubiarkan mereka membunuh naga itu!” Kemudian Kyung berteriak lebih
keras dari sebelumnya, “Jangan bunuh naga itu! Jangan!”
Kali ini para
pengawal mendengar teriakan Kyung. Mereka menghentikan serangannya.
“Kenapa Raja? Kita
harus membunuh naga itu.” Desak Kim Hoon.
“Benar! Kita harus
membunuh naga itu!” para pengawal dan rakyat bersorak-sorai
mendukung perkataan panglima besar itu. Maka mereka melanjutkan
serangannya.
Kyung geram, merasa
tidak dianggap sebagai raja. Dengan amarah yang meluap Kyung
berteriak kepada sang naga. “Kalau kau jadi naga, kau jangan
penakut Han Hye Hwa!”
Mendengar teriakan
Han Je Kyung, naga itu tiba-tiba mengamuk. Menyerang siapa saja yang
mengganggunya. Akibatnya, banyak pengawal yang tewas. Naga itu
mengelurakan semburan api yang sangat mengerikan, banyak yang lari
karena ketakutan; tapi tidak berhasil menyelamatkan diri.
Namun pasukan yang
digerakkan oleh Kim Hoon begitu gigih. Meskipun naga itu perkasa,
luka ditubuhnya semakin membuatnya lemah. Terbangnya semakin
melambat.
Kim Hoon yang sudah
brutal, menyuruh pasukan menyerang dibagian sayapnya, agar naga itu
tergoyah keseimbangannya. Sayap sang naga akhirnya terluka parah.
Setelah mengerang kesakitan, tubuhnya jatuh di hutan dan menimpa Kim
Hoon bersama pasukan-pasukannya. Sungguh malang, mereka tewas
bagaikan keruntuhan batu gunung.
Kyung berlari
mendekat. Ia dapat merasakan betapa sakitnya binatang itu. Dilihatnya
kulitnya tercabik-cabik. Kyung mengusap air mata yang menetes dari
pipi sang naga.
“Maafkan aku—aku
tidak bisa melindungi dan menjagamu, sebagai mana aku tidak bisa
menjaga Han Hye Hwa hingga ia pergi meninggalkanku.” Kata Kyung
sedih. “Kau makhluk Tuhan seperti kami para manusia, kau juga
merasakan sakit lalu mengalami kematian. Han Hye Hwa, kau sudah
tiada, tapi kau masih hidup dikedalaman hatiku ini. Aku mencintaimu—”
Ucapan Kyung diakhiri oleh hembuskan nafas sang naga yang berat dan
hangat. Itu adalah nafas terakhirnya untuk hidup di dunia. Matanya
terpejam untuk selama-lamanya.
Daun-daun kering di
hutan berguguran, angin berhembus menerpa Han Je Kyung yang berdiri
dengan kokoh di samping naga itu. Ia kembali mengingat kebersamaannya
dengan Han Hye Hwa dari awal yang bahagia lalu diakhiri dengan
kesedihan karena kematian. Ia berpikir, apakah ia bisa kembali
mengulang masa-masa kecilnya bersama Han Hye Hwa? Dan terus
bersamanya hingga kematian tak terlalu cepat merenggut kekasihnya—
_Selesai_ (2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar