Minggu, 29 Mei 2016

CERPEN: Tatapan Misteri

Morgana duduk dikursi yang menghadap ke arah jendela rumahnya. Setiap pagi hingga siang, atau setiap sore hingga malam. Tiada bosan ia melihat pemandangan dari tempat duduk santainya itu. Apa yang membuatnya betah duduk disitu? Padahal pemandangan di luar sana biasa saja. Hanya jalan setapak yang disamping kirinya ada kebun. Jika sore hari hingga malam hari, pemandangan yang selalu ia lihat gelap. Namun Morgana tetap duduk santai, terkadang sambil minum bir kesukaannya yang tidak begitu memabukkan.
Morgana hidup di rumah besarnya bersama dua orang pembantu, suami istri; kakek Surma dan nenek Moniah. Rumah itu warisan kedua orangtuanya yang diberikan kepada Morgana sebagai anak tunggal. Almarhum kedua orangtuanya tidak hanya mewariskan rumah. Tapi uang, emas, dan benda berharga lainnya. Bagi Morgana, harta kedua orangtuanya itu tidak akan pernah habis. Sedangkan keseharian Morgana hanya duduk merenung meminum bir. Ia pemuda yang sudah tidak mempunyai semangat hidup.
Kakek Surma!”
Ada apa Tuan memanggil saya?”
Kakek Surma tahu tidak, siapa gadis yang sering lewat di depan rumah ini? Dia berambut panjang, ada tailalat dipipi kanannya, kulitnya kuning langsat, dan wajahnya cantik.”
Saya tidak tahu Tuanmungkin orang baru di desa ini.”
Kakek Surma sering keluar rumah, pastinya tahu.” Desak Morgana.
Kalau begitu, jika Tuan Morgana nanti melihat gadis itu lagi, saya segera dipanggil. Akan saya lihat, siapa gadis itu. Tapi sepertinya didesa ini tidak ada gadis yang dimaksud Tuan.”
Ya sudah, sana pergi.” Morgana kecewa.
Setelah kakek Surma pergi meninggalkan Morgana, Morgana kembali merenung. Ia masih duduk dikursi menatap ke depan. “Aku sudah lama duduk di sini. Bahkan hari-hariku kuhabiskan hanya untuk meminum bir. Begitu membosankan. Tapi setelah melihat gadis itu tiga kali lewat depan rumahku, sepertinya aku siap untuk keluar rumah. Aku harus menyelidiki dan menemui gadis itu. Setiap dia lewat, tatapan matanya tajam melihat ke arahku. Tatapan penuh artiya, tatapan seorang gadis yang penuh maksud.” Morgana tersenyum, kemudian mengambil rokok beserta korek gas dari saku celana panjangnya. Setelah ujung rokok tersulut api, ia menghisap rokok itu dalam-dalam. Kemudian dengan santai ia menyebulkan asapnya dari mulut.
Dua hari sudah berlalu. Morgana sering melihat gadis itu menatapnya dari luar jendela rumahnya. Bagi Morgana, tatapan itu bak mata seorang putri yang sedang memburu cinta pada pangerannya.
Bagaimana kakek Surma, apakah kamu kenal dengan gadis yang barusan lewat itu? itulah gadis yang selama ini aku lihat.” kata Morgana. Terlihat langit berwarna kemerahan dari kaca jendela. Hari ternyata sudah hampir gelap.
Saya tidak tahu siapa gadis itu. Dia pasti orang baru didesa ini.”
Besok mudah-mudahan dia lewat lagi. Akan aku ikuti gadis itu. Dia pasti berharap sesuatu padaku.”
Sesuatu apa Tuan?”
Sesuatu yang mungkin membuatnya bahagia. Tatapan dan tingkahnya membuatku yakin, bahwa dia memancingku untuk mengejarnya lalu mengenalinya.”
Surma heran mendengar kata-kata tuannya. Karena selama ini ia tidak pernah melihat tuannya berani keluar rumah. Keberanian yang tiba-tiba muncul karena tatapan penuh misteri yang ada dimata si gadis.
Setelah Surma meninggalkan Morgana, ia menemui Moniah yang sedang berada di dapur.
Sekarang Tuan Morgana sudah berani keluar rumah,” bisik Surma pada istrinya.
Kok tumben?”
Gara-gara gadis cantik yang sering lewat rumah ini. Tuan Morgana yakin, bila gadis itu diam-diam naksir kepadanya.”
Yang benar, mana mungkin?”
Hus! Jangan keras-keras!” surma menutup mulut Moniah dengan telapak tangannya.
Kemudian mereka berdua terkenang masa lalu ketika kedua orangtua Morgana masih hidup. Ibu Morgana bernama Sova dan ayahnya bernama Topan. Topan adalah pengusaha sukses di Jakarta. Cabang perusahaannya ada di mana-mana, bahkan sampai keluar kota. Tapi sangat naas nasib mereka. Sepuluh tahun yang lalu, ketika Morgana berumur 15 tahun, Sova dan Topan mengalami kecelakan pesawat terbang yang menyebabkan mereka meninggal. Setelah itu, perusahaan mereka dijual habis kepada teman bisnis Topan yang juga pengusaha kaya, karena tidak ada yang menggantikan pekerjaan Topan. Morgana sebagai anak tunggal selalu dimanjakan kedua orangtuanya. Karakternya yang ugal-ugalan tak mau hidup penuh beban, apalagi menggantikan pekerjaan ayahnya. Ia suka berfoya-foya, tiga rumah ayahnya yang ada dibeberapa kota habis ia jual. Kini tinggal satu rumah, yang ia tempati sekarang, di daerah Solo.
Aku jadi sedih mengingat masa lalu.” Kenang Moniah.
Aku juga. Tapi aku sesalkan, kenapa Tuan Morgana memiliki sifat yang demikian memprihatinkan itu. Sekarang seharusnya dia bangkit dan melupakan tragedi ketika dia berumur 19 tahun. Dia harus semangat, tidak boleh takut keluar rumah karena malu dan lain sebagainya.”
Mudah-mudahan gadis yang Tuan Morgana maksud bisa merubah segalanya. Karena besok kita akan melihat Tuan Morgana keluar rumah.”
Pagi yang begitu cerah. Seperti biasa, Morgana duduk di depan jendela melihat pemandangan yang sudah beribu-ribu kali ia lihat.
Hmmsudah jam sepuluh pagi, mestinya dia sudah lewat.” Kata Morgana sambil menatap jam tangannya. “Oh, itu dia!” Morgana melihat gadis itu lewat depan rumahnya. Morgana mengambil topi, kemudian memakainya. Dengan penuh percaya diri ia membuntuti gadis itu dari belakang.
Morgana menoleh ke kanan dan ke kiri. Berharap tidak ada orang yang melihatnya. Gadis itu berhenti di depan sebuah rumah yang tidak asing bagi Morgana. “Dia berhenti di depan rumah Bu Sifi. Aku yakin, dia mengontrak di rumah itu.”
Dari dalam rumah itu muncul seorang laki-laki muda yang menggandeng seorang gadis kecil. Kemudian laki-laki itu mencium kening gadis yang diikuti Morgana. Morgana yang semakin penasaran mencoba lebih mendekat. Ia bersembunyi dibalik pohon besar. Ia mulai mendengarkan percakapan mereka.
Isrtiku, ke mana saja kamu? Tadi putri kita menangis.”
Aku dari warung membeli gula. Nih gulanya.” Gadis itu menyodorkan gula ke arah laki-laki yang ternyata adalah suaminya.
Ibu bilang dong, kalau mau pergi” Kata anak gadisnya.
Tadi kamu masih tidur Sayang,” gadis itu mengelus pipi anaknya.
Tidak! Tidak mungkin! Gadis itu sudah punya suami, tapi kenapa mata cinta itu selalu menatapku. Apa aku salah mengartikan semua ini?” Morgana kecewa. Kemudian ia mencoba berjalan melewati gadis itu. Untuk memastikan tatapan gadis itu lagi. Namun Morgana terlonjak ketika anak gadis itu menangis melihat Morgana. Mengetahui itu, gadis itu menatap dalam-dalam wajah Morgana.
Oh, tidak! Tatapan ini tidak seperti biasanya. Aku memang salah!” gumam Morgana dalam hati. Kemudian ia berlari menuju rumahnya.
Tidak! Tidak!” jeritnya.
Hari berikutnya.
Surma dan Moniah prihatin melihat keadaan Morgana yang kembali seperti hari-hari sebelumnya. Mereka melihat Tuannya duduk di kursi menatap ke arah jendela.
Kasihan sekali hidup Tuan Morgana,” kata Moniah, “sampai kapan dia akan seperti itu? Apa dia akan terus sendiri? Mudah-mudahan ada wanita yang mau menerima Tuan Morgana sebagai suaminya.”
Morgana kembali melihat gadis itu berjalan melewati rumahnya. Gadis itu menatap Morgana. Tapi Morgana mengurungkan niatnya untuk membalas tatapan gadis itu. Ia palingkan mukanya. “Aku tak akan menatapnya lagitak akan! Aku salah mengartikan sebuah tatapan. Kejadian enam tahun yang lalu ketika aku berumur 19 tahun memang mematahkan semua semangat hidupku. Aku menyesal.”
Wajahku memang aneh, wajahku memang jelek bekas pembakaran kelompok geng itu. Luka bakar yang mengerikan. Gadis itu menatap aneh wajahku, aku yakin—”


_Selesai_ (2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar